INTEGRITAS
KRISTIANI
Oleh: Pdt. Humala Lumbantobing, M.Th
Kata “ integritas” sering muncul
dalam percakapan sehari-hari. Dalam pemilihan seorang pemimpin di sebuah
organisasi beberapa pertanyaan yang sering
muncul: “Siapa pemimpin yang memiliki integritas?”, “Apakah calon Kepala Daerah
itu memiliki integritas?” atau “Integritas seperti apa yang perlu dimiliki oleh
seorang pemimpin?” Bukan hanya itu, dalam lingkungan pekerjaan pun sering
dipertanyakan: “Apakah karyawan itu memiliki integritas?” Pertanyaan-pertanyaan
tersebut menunjukkan betapa pentinya
integritas dalam membangun hubungan dengan orang lain baik secara
pribadi maupun secara komunal. Juga integritas sangat dibutuhkan dalam
kepemimpinan yang langgeng. Integritas merupakan salah satu pilar dalam
membangun citra seorang pemimpin.
APAKAH INTEGRITAS ITU?
Menurut Kamu
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “integritas” (Eng. Integrity) berarti mutu, sifat, atau keadaan yg menunjukkan
kesatuan yg utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yg memancarkan
kewibawaan; kejujuran. Sementara itu Kamus Merriam-Webster
yang paling mutakhir mendefinisikan integritas sebagai ketaaatan yang kuat pada
sebuah kode, khususnya nilai moral atau nilai artistik tertentu. Kedua kamus
tersebut menunjukkan bahwa integritas mengandung makna yang dalam tentang sikap
moral yang dimiliki seseorang yang menjadikan seseorang memiliki nilai dan
potensi. Sekarang ini sinonim kata integritas beraneka ragam sesuai dengan
kultur yang ada dalam masyarakat. Tetapi jika dipahami secara umum beberapa
kata yang bisa dijadikan sebagai sinonim integritas adalah kejujuran, dapat
dipercaya, teguh, baik, berkarakter, konsisten, bertanggung-jawab, dll.
INTEGRITAS KRISTIANI
Belakangan ini integritas
Kristiani sering dipertanyakan dalam kehidupan bermasyarakat. Integritas
Kristiani sering diuji, apakah sikap orang Kristen sesuai dengan nilai-nilai
Kristiani yang dianutnya atau tidak?
Acap kali integritas Kristiani tidak nampak lagi dalam hubungan dengan
orang lain, malah larut di tengah-tengah kultur yang ada termasuk karena
pengaruh modernisasi. Keistimewaan integritas Kristiani sepertinya sulit
dikenali dan menjadi samar-samar, yang mana yang Kristiani, yang mana yang
tidak. Akibatnya orang-orang Kristen sulit untuk menunaikan tugas panggilannya
sebagai “garam dan terang dunia” (Mat. 5:13-14).
Dalam situasi yang demikian
integritas Kristiani harus terus digali yang didasarkan kepada Alkitab dan
kiranya terus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa unsur
integritas yang dapat kita jadikan sebagai acuan dalam mengembangkan integritas
Kristiani adalah integritas apa yang ditunjukkan oleh tokoh-tokoh dalam
Alkitab. Misalnya, Yusuf adalah seorang tokoh yang memiliki integritas yang
handal. Ia seorang yang dapat dipercaya oleh tuannya, Potifar. Dalam Kejadian
39:3-6 disebutkan bahwa “Yusuf disertai TUHAN dan bahwa TUHAN membuat berhasil
segala sesuatu yang dikerjakannya, maka Yusuf mendapat kasih tuannya, dan ia
boleh melayani dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan segala
miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf. Sejak ia memberikan kuasa dalam rumahnya dan
atas segala miliknya kepada Yusuf, TUHAN memberkati rumah orang Mesir itu
karena Yusuf, sehingga berkat TUHAN ada atas segala miliknya, baik yang di
rumah maupun yang di ladang. Segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan
Yusuf, dan dengan bantuan Yusuf ia tidak usah lagi mengatur apa-apa pun selain
dari makanannya sendiri. Integritas yang dimiliki oleh Yusuf adalah dapat dipercaya. Sebagai seorang hamba
Potifar, ia senantiasa berkerja dengan baik, jujur, bertanggung-jawab dan dapat
dipercaya. Selanjutnya dengan sikap
dapat dipercaya, Yusuf terus mendapat promosi sehingga dia menjadi seorang
penguasa di Mesir. Tokoh Yusuf dalam Perjanjian Lama adalah seorang teladan
dalam hal integritas. Di samping itu kita juga dalam melihat integritas yang
ditunjukkan oleh tokoh yang lain seperti: Daniel, Hananya, Misael dan
Azarya di Istana Babel. Sebagai
orang-orang muda Yahudi mereka memiliki integritas di tengah-tengah
pemerintahan Raja Nebukadnezar. Mereka adalah orang-orang muda yang tidak
bercela, berperawakan baik, memiliki pengetahuan dan cakap bekerja di istana
raja (Dan.1:3-5).
Dalam Perjanjian Baru banyak pengajaran
Yesus yang berkaitan dengan integritas. Misalnya, soal kesetiaan. Yesus berkata: “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara
kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar
dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.”
(Luk.16:10). Integritas lain yang bisa kita lihat adalah apa yang diajarkan
oleh Yesus lewat perumpaaan tentang talenta. Dalam Matius 25:14-30 diceritakan
tentang seorang tuan yang memberikan talenta kepada hamba-hambanya. Kepada yang
seorang ia memberikan lima talenta, yang seorang lagi dua dan seorang lagi
satu, masing-masing menurut kesanggupan mereka. Dari antara ketiga hamba itu,
hamba yang menerima lima talenta itu menjalankan uang itu dan beroleh lima
talenta, kemudian hamba yang menerima dua talenta itu menjanlankan uang itu dan
beroleh dua talenta. Tetapi hamba yang ketika yang menerima satu talenta tidak
menjalankan uang itu, malah menggali lobang dan menyembunyikan uang itu dalam
tanah. Setelah tuan mereka pulang, mereka masing-masing mempertanggung-jawabkan
talenta yang diberikan. Si Tuan memuji kedua hamba itu dengan berkata: “Baik
sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia
dalam perkaca kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung-jawab dalam perkara
yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Mat.25:21-23).
Sementara itu kepada hamba yang tidak menjalankan uang itu akan mendapat
hukuman (Mat.25:28-30). Masih banyak aspek integritas yang bisa kita lihat dari
tokoh-tokoh Alkitab dan dari pengajaran Yesus. Sebagai umat Kristiani kita
harus meneladani dan memiliki integritas yang khas tersebut dalam konteks dunia
di mana kita hadir.
INTEGRITAS DALAM KONTEKS
Integritas
Kristiani sebenarnya sedang diuji dalam konteks bermasyarakat di negara kita
ini. Apa yang kita lihat dan rasakan sekarang ini di Indonesia adalah dekadensi
moral yaitu penurunan dan kemerosotan moral yang ditandai dengan korupsi,
pencurian, perzinahan, pelecehan seksual, perdagangan manusia, pembelokan
hukum, pengrusakan lingkungan dan lain sebagainya. Dalam konteks tersebut sebagai warga gereja
kita harus mempertontonkan apa sebenarnya yang menjadi integritas Kristiani.
Dari pengajaran Alkitab integritas umat
Kristiani adalah kasih, kesetiaan, kekudusan, kedamaian, kejujuran, bertanggung-jawab,
dapat dipercaya, bermurah hati, pengampunan. Dalam dimensi yang sejajar Paulus menyebutkan
dalam Galatia 5:22-23: “Tetapi buah Roh
ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan,
kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang
hal-hal itu.” Semuanya integritas
tersebut harus menjadi perhatian umat Kristiani dalam kehidupan sehari-hari
baik di rumah, di ladang, di pasar, di kantor, di perusahaan, di lingkungan
pemerintahan dan di mana pun ia bekerja.
Dengan
penghayatan integritas yang mendalam sebagaimana diajarkan oleh Alkitab sudah seharusnya
umat Kristiani membangun dan mempromosikan integritas yang handal di
tengah-tengah masyarakat. Umat Kristiani harus memancarkan sinar integritas
Kristus di tengah-tengah kemajemukan dan di tengah-tengah masyarakat yang semakin
kompetitif. Biarlah umat Kristiani membangun integritasnya di tengah-tengah
integritas yang semakin redup.
Baca artikel lainnya di sini...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar